Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sistem Pencernaan Ruminansia

Konten [Tutup]
    sistem pencernaan ruminansia
    sistem pencernaan ruminansia


    Pendahuluan

    Dalam dunia peternakan, sistem pencernaan hewan ruminansia menjadi hal yang sangat penting untuk dipahami. Sistem ini melibatkan serangkaian organ dan proses yang unik dalam mengubah pakan kasar menjadi nutrisi yang dapat dicerna dan diserap oleh tubuh. Salah satu bagian utama dalam sistem pencernaan ruminansia adalah rumen, yang berperan dalam proses fermentasi mikroba. Artikel ini akan menjelaskan secara detail tentang sistem pencernaan ruminansia, mulai dari anatomi dan fungsi rumen hingga pengaruhnya terhadap lingkungan.


    Apa itu Sistem Pencernaan Ruminansia?

    Sistem pencernaan ruminansia merujuk pada sistem pencernaan yang dimiliki oleh hewan-hewan seperti sapi, kerbau, domba, dan kambing. Sistem ini terdiri dari empat kompartemen utama, yaitu rumen, retikulum, omasum, dan abomasum. Sistem ini memungkinkan hewan ruminansia untuk mencerna bahan pakan yang sulit dicerna oleh hewan monogastrik seperti manusia dan babi.

    Pola sistem pencernaan pada hewan umumnya sama dengan manusia, yaitu terdiri atas mulut, faring, esofagus, lambung, dan usus. Namun demikian, struktur alat pencernaan kadangkadang berbeda antara hewan yang satu dengan hewan yang lain.

    Sapi, misalnya, mempunyai susunan gigi sebagai berikut:

    3 3 0 0 0 0 0 0 Rahang atas

    M P C I I C P M Jenis gigi

    3 3 0 4 4 0 3 3 Rahang bawah

    I=insisivus=gigi seri -> Gigi seri (Insisivus) memiliki bentuk untuk menjepit makanan berupa tetumbuhan seperli rumput.

    C=kaninus=gigi taring

    P=premolar=geraham depan

    M = molar = geraham belakang -> Geraham belakang (Molare) memiliki bentuk datar dan lobar.

    Berdasarkan susunan gigi di atas, terlihat bahwa sapi (hewan memamah biak) tidak mempunyai gigi seri bagian atas dan gigi taring, tetapi memiliki gigi geraham lebih banyak dibandingkan dengan manusia sesuai dengan fungsinya untuk mengunyah makanan berserat, yaitu penyusun dinding sel tumbuhan yang terdiri atas 50% selulosa.

    Jika dibandingkan dengan kuda, faring pada sapi lebih pendek. Esofagus (kerongkongan) pada sapi sangat pendek dan lebar serta lebih mampu berdilatasi (mernbesar). Esofagus berdinding tipis dan panjangnya bervariasi diperkirakan sekitar 5 cm.

    Lambung sapi sangat besar, diperkirakan sekitar 3/4 dart isi rongga perut. Lambung mempunyai peranan penting untuk menyimpan makanan sementara yang akan dimamah kembali (kedua kah). Selain itu, pada lambung juga terjadi proses pembusukan dan peragian.

    Lambung ruminansia terdiri atas 4 bagian, yaitu rumen, retikulum, omasum, dan abomasum dengan ukuran yang bervariasi sesuai dengan umur dan makanan alamiahnya. Kapasitas rumen 80%, retikulum 5%, omasum 7-8%, dan abomasum 7-8%. Pembagian ini terlihat dari bentuk gentingan pada saat otot sfinkter berkontraksi.

    Makanan dari kerongkongan akan masuk rumen yang berfungsi sebagai gudang sementara bagi makanan yang tertelan. Di rumen terjadi pencernaan protein, polisakarida, dan fermentasi selulosa oleh enzim selulase yang dihasilkan oleh bakteri dan jenis protozoa tertentu. Dari rumen, makanan akan diteruskan ke retikulum dan di tempat ini makanan akan dibentuk menjadi gumpalan-gumpalan yang masih kasar (disebut bolus). Bolus akan Jimuntahkan kembali ke mulut untuk dimamah kedua kali. Dari mulut makanan akan ditelan kembali untuk diteruskan ke ornasum. Pada omasum terdapat kelenjar yang memproduksi enzim yang akan bercampur dengan bolus. Akhirnya bolus akan diteruskan ke abomasum, yaitu perut yang sebenarnya dan di tempat ini masih terjadi proses pencernaan bolus secara kimiawi oleh enzim.

    Selulase yang dihasilkan oleh mikroba (bakteri dan protozoa) akan merombak selulosa menjadi asam lemak. Akan tetapi, bakteri tidak tahan hidup di abomasum karena pH yang sangat rendah, akibatnya bakteri ini akan mati, namun dapat dicernakan untuk menjadi sumber protein bagi hewan pemamah biak. Dengan demikian, hewan ini tidak memerlukan asam amino esensial seperti pada manusia.

    Hewan seperti kuda, kelinci, dan marmut tidak mempunyai struktur lambung seperti pada sapi untuk fermentasi seluIosa. Proses fermentasi atau pembusukan yang dilaksanakan oleh bakteri terjadi pada sekum yang banyak mengandung bakteri. Proses fermentasi pada sekum tidak seefektif fermentasi yang terjadi di lambung. Akibatnya kotoran kuda, kelinci, dan marmut lebih kasar karena proses pencernaan selulosa hanya terjadi satu kali, yakni pada sekum. Sedangkan pada sapi proses pencernaan terjadi dua kali, yakni pada lambung dan sekum yang kedua-duanya dilakukan oleh bakteri dan protozoa tertentu.

    Pada kelinci dan marmut, kotoran yang telah keluar tubuh seringkali dimakan kembali. Kotoran yang belum tercerna tadi masih mengandung banyak zat makanan, yang akan dicernakan lagi oleh kelinci.

    Sekum pada pemakan tumbuh-tumbuhan lebih besar dibandingkan dengan sekum karnivora. Hal itu disebabkan karena makanan herbivora bervolume besar dan proses pencernaannya berat, sedangkan pada karnivora volume makanan kecil dan pencernaan berlangsung dengan cepat.

    Usus pada sapi sangat panjang, usus halusnya bisa mencapai 40 meter. Hal itu dipengaruhi oleh makanannya yang sebagian besar terdiri dari serat (selulosa).

    Enzim selulase yang dihasilkan oleh bakteri ini tidak hanya berfungsi untuk mencerna selulosa menjadi asam lemak, tetapi juga dapat menghasilkan bio gas yang berupa CH4 yang dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif.

    Tidak tertutup kemungkinan bakteri yang ada di sekum akan keluar dari tubuh organisme bersama feses, sehingga di dalam feses (tinja) hewan yang mengandung bahan organik akan diuraikan dan dapat melepaskan gas CH4 (gas bio)

    Anatomi dan Fungsi Rumen

    Rumen merupakan kompartemen utama dalam sistem pencernaan ruminansia. Rumen memiliki kapasitas yang besar dan mengandung populasi mikroorganisme yang kompleks. Fungsinya adalah untuk menguraikan bahan pakan kasar, seperti serat dan karbohidrat kompleks, menjadi asam lemak rantai pendek yang dapat diserap oleh hewan. Rumen juga berperan dalam produksi vitamin B dan protein mikroba, yang akan digunakan sebagai sumber nutrisi oleh hewan ruminansia.

    Proses Fermentasi di Rumen

    Fermentasi mikroba adalah proses utama yang terjadi di rumen. Mikroorganisme, seperti bakteri, protozoa, dan fungi, bekerja sama untuk menguraikan bahan pakan yang masuk. Proses ini menghasilkan asam lemak rantai pendek, gas metana, karbon dioksida, dan panas. Hasil fermentasi ini menjadi sumber energi bagi hewan ruminansia dan membantu dalam penyerapan nutrisi.


    Mikroorganisme dalam Sistem Pencernaan Ruminansia

    Mikroorganisme dalam sistem pencernaan ruminansia memiliki peran penting dalam mencerna pakan kasar. Bakteri merupakan jenis mikroorganisme yang dominan di rumen. Mereka dapat menghasilkan enzim-enzim yang mampu mencerna serat dan mengubahnya menjadi asam lemak rantai pendek. Selain bakteri, protozoa juga turut berperan dalam memecah selulosa dan menghasilkan asam lemak rantai pendek yang digunakan sebagai sumber energi oleh hewan ruminansia.

    Makanan Ruminansia

    Makanan yang dikonsumsi oleh hewan ruminansia umumnya terdiri dari rumput, hijauan, jerami, dan pakan kasar lainnya. Hewan-hewan tersebut memiliki kemampuan untuk mengunyah secara efisien dan mengolah pakan kasar tersebut melalui proses regurgitasi dan remasan kembali. Hal ini memungkinkan pakan kasar terekspos lebih lama terhadap mikroorganisme dalam rumen, sehingga proses pencernaan dapat berjalan dengan baik.

    Penyakit dan Gangguan pada Sistem Pencernaan

    Sistem pencernaan ruminansia juga rentan terhadap penyakit dan gangguan. Salah satu penyakit umum adalah asidosis rumen, yang terjadi ketika produksi asam dalam rumen melebihi kapasitas pengimbangannya. Gangguan lainnya termasuk kembung, ketika terjadi penumpukan gas yang tidak normal di dalam rumen, dan acidosis laktat, yang dapat menyebabkan penurunan pH rumen. Pemahaman yang baik tentang penyakit dan gangguan ini penting dalam menjaga kesehatan hewan ruminansia.

    Perawatan dan Pemeliharaan yang Baik

    Untuk menjaga kesehatan sistem pencernaan ruminansia, perawatan dan pemeliharaan yang baik sangat diperlukan. Hal ini meliputi pemberian pakan yang seimbang, pemberian suplemen nutrisi jika diperlukan, serta pengaturan kondisi lingkungan yang optimal. Pemantauan kesehatan hewan secara rutin dan konsultasi dengan dokter hewan juga merupakan langkah yang penting dalam merawat hewan ruminansia.


    Dampak Pencernaan Ruminansia terhadap Lingkungan

    Proses fermentasi mikroba di dalam sistem pencernaan ruminansia menghasilkan gas metana, yang merupakan gas rumah kaca dengan potensi pemanasan global tinggi. Oleh karena itu, produksi gas metana oleh hewan ruminansia memiliki dampak terhadap perubahan iklim global. Upaya untuk mengurangi emisi gas metana ini termasuk pengelolaan pakan, seleksi genetik, dan pemanfaatan teknologi hijau lainnya.


    Kesimpulan

    Sistem pencernaan ruminansia adalah mekanisme yang kompleks dan unik dalam mengubah bahan pakan kasar menjadi nutrisi yang dapat diserap oleh hewan. Rumen, fermentasi mikroba, dan makanan ruminansia menjadi bagian penting dalam proses tersebut. Pengetahuan yang baik tentang sistem ini penting dalam merawat dan menjaga kesehatan hewan ruminansia. Selain itu, pemahaman terhadap dampak lingkungan dari proses pencernaan ruminansia juga perlu diperhatikan.

    Post a Comment for "Sistem Pencernaan Ruminansia"